Rejang Lebong, KASB- Dalam Manajemen Bencana Berbasisis Komunitas (CBDRM), Perempuan (Ibu sedang hamil, melahirkan, menyusui dan perempuan lanjut usia) dikategorikan sebagai kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap kemungkinan ancaman bencana. Dalam penanganan pasca bencana kebutuhan dan peran perempuan acapkali diabaikan, karena selama ini yang lebih dominan dalam penanganan bencana, baik pra (Pencegahan, Mitigasi dan Kesiapsiagaan) dan paska (Respon, Tanggap Darurat, Rehabilitasi dan Rekontruksi) adalah kaum laki-laki.
Wacana ini mengemuka dalam seminar “ Perempuan dan Bencana” yang diselenggarakan oleh PD Aisiyah dan PD Nasyatul Aisiyah Rejang Lebong pada hari Minggu, 10 Februari 2008 yang bertempat di GOR Curup. Yuniwati, anggota NA dan salah satu team CDASC RL Dalam presentasinya menjelaskan: Perempuan harus terlibat dalam penagganan bencana baik pra dan paska bencana, hal ini disebabkan 1. Perempuan banyak yang menjadi korban dari bencana alam 2. Perempuan(dewasa) mengalami siklus reproduksi: Yaitu haid, hamil, melahirkan, menyusui, kondisi ini menurutnya dalam penanganan bencana perlu perhatian khusus.3.kebutuhan dasar perempuan sesuai kodratnya belum terakomodasi oleh bantuan ang diberikan( MCK dan tenda) 4. Ibu hamil dan menyusui kadang terabaikan (kurang mendapatkan vitamin dan layanan kesehatan). 5.Kondisi penampunga nyang tidak layak berpotensi menimbulkan pelecehan seksual. 6. Skala prioritas bantuan untuk kebutuhan dasar perempuan sering tidak disadari pengelola pengungsi, karena yang berperan dalam hal ini lebih banyak laki-laki yang belum tentu memilki sense of gender dan pemahaman yang baik untuk kebutuhan perempuan (Bantuan untuk perempuan kadang hanya perlengkapan masak).
Nara Sumber lain, Dra, Eni Khairani. M.Si , anggota DPD RI asal Prov Bengkulu memaparkan bahwa diabaikannya kebutuhan dan peran perempuan dalam penangannan bencana selama ini disebabkan karena faktor budaya. Pertama. Penafsiran keagamaan dan kebiasaan sehari-hari (proses sosial) telah menempatkan laki-laki lebih dominan. Kedua. Relasi gender yang timpang berpengaruh pada pola kehidupan sehari-hari. Kedua hal ini berdampak juga pada pola penangannan bencana yang seringkali mengabaikan peran dan kebutuhan perempuan. 1. Terbiasa memandang sesuatu dalam kaca mata laki-laki, pembiasaan ini berpengaruh terhadap kecendrungan pola penangannan bantuan bagi korban bencana yang tidak berpihak kepada perempuan.2.Sarana dan prasaran tempat pengungsian tidak memberikan ruang pribadi bagi kebutuhan perempuan.3.Kebutuhan perempuan, seperti pembalut, layanan kesehatan bagi ibu hamil, melahirkan dan menyusui kerap terlupakan. Untuk mengatasi kondisi ini ia menegaskan harus ada starategi dan kebijakan penanganan korban bencana yang memihak perempuan dan responsif gender. Srategi dan kebijakan itu bisa diimplementasika dalam; merumuskan rencana aksi, mendorong kebijakan penanggulangan bencana yang responsif gender dan mendorong adanya unsur perempuan dalam keanggotaan Badan Penanggulangan Bencana Nasional , Provinsi sampai pada tingkat Kabupaten/Kota.
Seminar ”Perempuan dan Bencana” dibuka oleh Ibu Sekda Elma Tarmizi, Wakil PKK Kab Rejang Lebong. Dalam kata sambutannya ia mendukung kegiatan-kegiatan seperti ini dan sangat berterimakasih kepada PD Aisiyah dan PD NA RL yang telah berinisiatif menyelenggrakan seminar untuk membangun kesadaran perempuan dalam penaggulangan bencana. (PH)
Senin, 18 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar